Kamis, 14 Maret 2013

(¯`*•.¸♥ '*~Sakaratul Maut, Detik-Detik Yang Menegangkan Dan Menyakitkan~*♥¸.•*´¯)


 
Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.

Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”[2].

Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:

وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]

Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian[3].

Juga ayat:

كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ {30}

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]

Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”.[4]

Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:

Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي أخرجه البخاري ك الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ

“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”[5]

Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري في المغازي باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…[al hadits]” [6]

Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه الألباني

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.[7]

Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda. [8]

KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN.

Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin:

إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ

“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].[9]

Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Fushshilat: 30]

Ibnu Katsir mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”.

Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”.

Firman-Nya: “Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga”.[10]

Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32]

.

Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]

MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT?

Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.

Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus kesalahan-kesalahannya”[12]

Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :

Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, kendati mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.

Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya. Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan”.[13]

KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.

Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:

“Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah. [14]

Secara ekspilisit, Al Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: “

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An'am: 93]

Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan untuk keluar.

Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.

Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman:

حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ {100}

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]

Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu a’lamu bishshawab. Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain.

Jumat, 08 Maret 2013

(¯`*•.¸♥ '*~Hadist tentang cinta ~*♥¸.•*´¯)

Cinta adalah sebuah rasa yang diciptakan oleh Allah Swt unt
uk dinikmati oleh setiap manusia di dunia. Beragam rasa yang ada di dalam satu kata itu. Seperti halnya rasa yang terkecap oleh indra perasa kita. Islam adalah agama yang sangat menghargai cinta. Buktinya, dalam Islam pernikahan adalah ikatan suci yang seharusnya dilakukan oleh semua umat Muslim.

Pernikahan membuat hidup seseorang menjadi seimbang, dan untuk itulah cinta ada mewarnai pernikahan itu. Selain itu, cinta juga tumbuh dalam bentuk kasih sayang terhadap sesama. Untuk itu, hadist tentang cinta kemudian ada untuk memperlihatkan betapa indahnya cinta itu.

Hadist tentang cinta

Hadist tentang cinta mengajarkan kita untuk melihat cinta dari segi positif. Baik cinta terhadap Allah, rasul, kedua orangtua, kekasih, keluarga, dan sesama. Hadist tentang cinta memperlihatkan bahwa cinta tidak melulu diwarnai dengan birahi, namun ketulusan, keikhlasan, dan kelembutan. Bagaimana kita berlaku lebut dalam menunjukan kasih sayang. Hadist tentang cinta juga mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas kasih sayang dan diberikan Allah Swt terhadap kita sebagai umat manusia.

Sebagai panutan manusia di dunia, seringkali hadist tentang cinta membahas mengenai kasih sayang rasul terhadap istri, keluarga, para sahabat dan umat. Tentu saja, berbagai hadist tentang cinta menggambarkan perilakuk rasul tidak hanya sebagai nabi besar, tetapi seorang laki-laki yang memiliki cinta dan kasih sayang, serta berlaku sebagai kepala rumah tangga.

Salah satu hadist tentang cinta dari HR. Bukhari menceritakan tentang keteladan rasul, bahwa Rasulullah Saw selalu tawadhu di hadapan istri-istrinya. Bahkan, rasul tidak segan untuk membantu istri-istrinya dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Seperti perkataan Aisyah ra.

“Beliau biasa membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat.”

Aisyah juga mengatakan:

“Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.”

Rasulullah selalu menjelaskan mengenai tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Menurut beliau, kaum wanita memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi. Pernah satu saat Rasulullah saw menjelaskan kepada Amr bin Al-'Ash r.a bahwa mencintai istri bukan merupakan hal tabu bagi seorang lelaki yang normal.

Pada beberapa hadist tentang cinta, diceritakan bahwa rasul menikahi banyak wanita untuk menaikkan derajatnya, dan melindungi kehormatannya. Para wanita itu banyak yang terdiri dari para janda tua, fakir miskin yang tidak memiliki perlindungan dan rumah, serta pada budak.

Pada zaman rasul, perbudakan terjadi di mana-mana. Secara perlahan Rasul mulai memberantas perbudakan itu. Untuk itu, ia menikahi para budaknya, untuk membebaskan mereka. Tidak mungkin kan rasul begitu saja membebaskan mereka. Jika tidak dinikahi, para budak itu akan ditangkap dan dijual kepada orang lain.

Rasulullah sangat menghargai dan menghormati istrinya. Ia juga menjaga istrinya dari pandangan orang-orang lain. Salah satu hadist tentang cinta yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menceritakan ketika Rasulullah Saw kembali dari peperangan Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy ra. Shafiyah merupakan puteri dari seorang ketua suku Bani Nadhir bernama Huyay, serta merupakan salah satu Bani Israel yang tinggal berdiam di sekitar Madinah.

Ketika perang Khaibar, Shafiyah beserta suaminya yang bernama Kinanah bin al-Rabi telah tertawan. Mereka kemudian dibebaskan setelah terjadi sebuah perundingan. Sayangnya, Sofiah kemudian meninggal, dan Shafiya akhirnya memilih untuk menjadi istri rasul. Diceritakan bahwa Shafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan mulus. parasnya sangat cantik. Konon, kecantikannya ini, nantinya akan membuat para istri Muhammad yang lain menjadi cemburu.

Dalam hadist tentang cinta yang dirawatkan Imam Bukhari, saat akan pulang, rasul kemudian mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi. Hal itu dilakukannya untuk melindungi Shafiyah ra dari pandangan orang. Setelah itu, beliau duduk dengan cara bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut. Rasul kemudian mempersilakan Shafiyah ra untuk naik ke atas unta dengan menginjak lutut beliau.

Tentunya, kejadian tersebut menjadi kesan yang sangat dalam bagi para pengikutnya. Sebagai pemimpin dan nabi utusan Allah, beliau menunjukan sikap tawadhu, dan keteladanan kepada umatnya. Sikap tawadhu kepada istri, serta mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.

Banyak sekali cerita yang diceritakan oleh beberapa hadist tentang cinta mengenai ke-tawadhu-an dan kasih sayang rasul kepada istrinya. Namun, sering hadist tentang cinta ini menceritakan mengenai dua wanita yang sangat dicintai oleh rasul. Dua wanita hebat yang dengan keikhlasan dan kesabaran selalu menandingi rasul dalam perjuangannya. Dalam hadist tentang cinta itu pun, kisah cinta rasul dengan kedua wanita ini diceritakan dengan sangat indahnya. Bagaimana rasul memperlakukan mereka dengan kelembutan dan kasih sayang.
Hadist Tentang Cinta Rasulullah dengan Khadijah

Siapa wanita Muslim di dunia ini yang tidak mengetahui Khadijah binti Khuwailid. Banyak sekali hadist tentang cinta yang menceritakan kisah Khadijah dengan rasul. Bagaimana besarnya pengorbanan yang dilakukan Khadijah untuk rasul. Seorang wanita yang sangat beliau cintai.

Siti Khadijah binti Khuwailid adalah seorang janda, bangsawan, hartawan, cantik, dan budiman. Selain itu, Khadijah sangat disegani oleh masyarakat Quraisy serta bangsa Arab. Sebagai seorang wanita, Khadijah mempunyai pribadi yang luhur serta akhlak yang mulia karena beliau selalu memelihara dan menjaga kesucian serta martabatnya.

Kahdijah selalu menjauhi adat istiadat yang tidak senonoh yang dilakukan oleh banyak wanita di zaman Jahiliyah. Muhammad sangat menyukai kepribadian dari Khadijah. Beliau sangat tertarik dengan wanita yang memiliki keluhuran budi, berperangai halus, sopan, serta pandai menjaga kesucian dan martabatnya.

Khadijah pun memiliki cinta yang sangat luar biasa kepada Rasulullah. Bukanlah ketampananan yang dilihatnya, tapi seorang lelaki yang tidak pernah menyembah berhala seperti halnya dirinya. Lelaki itu memiliki perangai yang sangat halus, berbudi luhur, sopan, jujur, amanah, dan cerdas.

Dalam banyak hadist tentang cinta yang menceritakan kisah Khadijah, diceritakan bahwa Siti Khadijah merupakan sosok istri sekaligus ibu yang sangat membanggakan. Suami serta anak-anak beliau sangat menyayangi dengan sepenuh hati. Siti Khadijah ra merupakan perempuan istimewa yang mendampingi Muhammad Saw selama dua puluh enam tahun, baik suka maupun susah. Terutama ketika rasul mendapat banyak cobaan dan tekanan selama awal mula menjadi nabi.

Beliau juga merasakan betapa sakitnya rasul dalam menyiarkan agama Islam dan mendapatkan kepercayaan dari Umat. Khadijah merupakan istri tunggal, tak ada duanya. Mereka berpisah karena kematian. Untuk itu, tahun wafatnya disebut sebagai “Tahun Kesedihan” (Aamul Huzni).

Ada satu riwayat dari hadist tentang cinta yang menceritakan bahwa begitu istimewanya Khadijah di mata suaminya sehingga membuat Aisyah menjadi cemburu. Siti Aisyah sempat berkata kepada Rasulullah,

”Wahai Rasulullah Saw, bukankah Allah Swt telah menggantikannya dengan istri yang lebih muda dan lebih baik darinya?”

Rasulullah kemudian bersabda sambil menegaskan kepada Aisyah agar tidak mengulangi perkataannya.

“Tidak, demi Allah, tidak ada yang bisa menggantikannya: Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” (HR. Imam Ahmad)

Istimewanya Siti Khadijah ra, di mata Rasulullah Saw. Bahkan, setelah meninggal sekalipun, kenangan akan sosok lembut, tegar, cerdas, dan pemurahnya Khadijah tidak pernah lepas dari benak Rasulullah Muhammad Saw.
Hadist Tentang Cinta Rasullullah dengan Siti Aisyah

Aisyah binti Abu Bakar merupakan satu-satunya istri Muhammad yang masih gadis ketika dinikahi. Mereka menikah pada 620 M, di Mekkah sebelum Hijrah. Pernikahan ini terjadi setelah wafatnya Khadijah.
Banyak hadist tentang cinta yang menceritakan keharmonisan hubungan antara Nabi Muhammad Saw dengan Siti Aisyah. Bahkan, hubungan mereka sering menjadi panutan bagi pasangan suami istri untuk selalu menghidupkan cinta dalam rumah tangga mereka.

Salah satu hadist tentang cinta yang diriwayatkan Ahmad Bukhari berkisah, dari Aisyah ra ia berkata:

"Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah Saw dari satu bejana."

Terlihat bukan bagaimana rasul begitu menjaga romantismenya bersama Aisyah. Beliau tidak pernah melewatkan kesempatan untuk membahagiakan dan menyenangkan istrinya dengan berbagai cara yang dibolehkan.

Ada satu hadist tentang cinta yang dikisahkan oleh Aisyah ra:

“Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah Saw dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku: ‘Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.’ Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: ‘Inilah penebus kekalahan yang lalu!’” (HR. Ahmad)

Permainan sederhana yang lembut, namun mengisyaratkan bentuk perhatian yang sangat besar. Sungguh sangat romantis kisah cinta rasul dan para istrinya yang diceritakan oleh beberapa hadist tentang cinta.

Kisah cinta tersebut dapat menjadi inspirasi kaum Muslim untuk mencintai dengan cara yang lembut, tulus dan indah. Jika kaum muda ingin meneladaninya, ini adalah doa dari salah satu hadist tentang cinta yang mungkin bermanfaat bagi para kaum muda saat ini yang sedang mencari cinta.

Dari Rasulullah Saw yang bersabda dalam satu doanya:

“Ya Allah, berilah aku rezeki cinta Mu dan cinta orang yang bermanfaat buat ku cintanya di sisi Mu. Ya Allah segala yang Engkau rezekikan untukku di antara yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatanku untuk mendapatkan yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan di antara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untuku dalam segala hal yang Engkau cintai.